Maaf Nak Tidak Ada Televisi Di Rumah Kita

Maaf nak tidak ada televisi di rumah kita !
Sebuah catatan refleksi 3 tahun hidup tanpa televisi
 
Tidak ada niatan bagi kami untuk mengharapkan sebuah pujian, atau memamerkan apa yang sedang kami lakukan. Jadi mari sama-sama jaga hati kita agar tetap bersih dari riya, Catatan refleksi ini hanya niatan bagi kami untuk berbagi ibroh bagaimana tantangan, kebahagaian dan manfaat yang kami peroleh setelah kami menjalani hidup 3 tahun tanpa televisi.
 
Cerita ini dimulai sejak kami menikah desember tahun 2009, sebuah pernikahan yang sederhana yang kami gelar di aula madrasah, sungguh tidak ada kemewahan di dalamnya, namun kami bersyukur pernikahan kami berjalan dengan lancar. Pernikahan kami berjalan dengan ta’aruf yang sangat singkat, yah sangkat singkat sekali, minggu pertama ta’aruf, minggu kedua sholat istikhoroh, minggu ketiga khitbah dan bulan berikutnya menikah. Jadi bagi yang niat yang sungguh-sungguh, menikah itu sebenarnya mudah.
 
Dari pernihakan inilah kemudian kami membangun komitmen, saya sebagai suami memiliki tanggung jawab penuh sebagai kepala sekolah dan penyandang dana dan istri saya sebagai guru terbaik bagi anak-anak kami.
 
Memulai rumah tangga dengan penuh tantangan membuat kami terus belajar banyak hal, terutama tentang pemahaman Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-sunnah. Sedikit demi sedikit kami mulai berhijarh ke arah yang lebih baik, hingga sampai saat ini kami terus berusaha belajar dan belajar.
 
9 September 2010 putri pertama kami lahir, sungguh kebahagian yang luar biasa, sebuah amanah yang harus kami jaga dengan sepenuh hati. Memulai langkah sebagai orang tua bagi putri pertama kami sungguh bukanlah hal yang mudah, karena kami tidak pernah sekolah di “sekolahnya orang tua” . Jadi di awal-awal kami mendidik kami hanya mencontoh bagaimana orang tua kami dulu mendidik kami.
 
Sadar akan tidak mudahnya mendidik anak, kami pun banyak belajar ilmu parenting, terutama parenting Islam. kami belajar dari buku-buku, video, audio dan dari lingkungan kami tinggal. Ya, sejalan dengan semakin tumbuhnya putri kami, kamipun terus memantaskan diri untuk jadi orang tua teladan.
 
Sadar akan masa depan anak, kamipun mulai banyak belajar tentang bagaimana dampak sesuatu pada pertumbuhan anak, salah satunya adalah dampak televisi. Kamipun belajar dari kasus-kasus yang mengerikan yang terjadi pada balita, baik perubahan perialku, kekerasan seksual, dan kejadian-kejadian yang mengerikan lainnya.
 
Bagaiaman kami mengawali hidup tanpa televisi ?
 
Memulai sesuatu yang tidak biasa memang tidaklah mudah, apalagi kita masayarakat pada umumnya dan kamipun menganggap bahwa televisi adalah sebuah hiburan dalam hidup. Itu artinya tanpa televisi kami tidak mendapatkan hiburan.
 
Kami mengawali membatasi menonton televisi dengan hanya menonton berita-berita dan acara-acara inspiratif saja. Saya sendiri lebih suka nonton acara berita pada malam hari, acara kick andy, acara Mario Teguh, acara-acara kajian Islam dan acara yang berhubungan dengan edukasi. Berbeda dengan istri saya, istri saya lebih banyak menonton acara keluarga dan parenting. Sementara putri kami yang semakin tumbuh hanya kami sungguhkan acara film anivasi seperti ipin dan upin.
 
Ditengah perjalanan rasanya apa yang kami lakukan belum berjalan dengan optimal dan karena istri sering kasihan melihat putri kami menonton acara kartun kadang-kadang suka kebablasan sampai menjelang magrib. Karena jika dimatikan maka putri kami akan menangis. Lalu saya mencari akal tanpa sepengetahuan isti dan anak saya dengan merusak antena, bagian dalam kabelnya diputus, jadi jika mereka menyalakan televisi gambarnya tidak bagus. Al hasil merekapun tidak betah menonton televisi.Akhirnya karena tayangan televisi menjadi tidak bagus, lambat laun kamipun terbiasa dengan televisi.
 
Ramadahan tahun 2013 akhirnya kami putuskan hidup tanpa televisi
 
Ramadhan 2013 menjadi sejarah bagi keluarga kecil kami, dengan berbagai pertimbangan yang matang akhirnya Ramadhan 2013 kami putuskan tidak ada televisi di rumah kami. Karena selama 2 tahun kami sudah belajar membatasi menonton televis tidak ada kesulitan yang berati untuk melakukan komitmen itu. Terlebih saat ramadhan biasanya sambil menunggu shaur saya suka menoton film para pencari tuhan, tahun itu tidak ada satupun acara yang kami tonton.
 
Ramadhan 2013 hidup tanpa televisi alhmadulillah mampu kami jalani.Namun masalah berikutnya adalah bagaimana dengan putri kami, bagaimana puti kecil kami mendapatkan hiburan, disinilah kami dituntut untuk kreatif sebagai orang tua. Tugas saya adalah mendownload film-film kartun yang bagus yang ada di Youtube sementara tugas istri saya adalah bagaimana menyiapkan sebuah permainan yang menarik.
 
Seiring dengan berjalannya waktu alhamdulilah kami sukses dengan program hidup tanpa televisi. Kami mengganti program-program yang menyenangkan untuk putri kami, terutama dengan program rihlah ke toko buku yang kami lakukan sebulan sekali dan alhamdulilah program ini masih berjalan dengan sekarang.
 
Pada tahun yang sama puti kami yang kedua lahir, sungguh angerah sekaligus amanah yang harus kami jaga kembali. Jadi kini kami di amanahi dua bidadari kecil. Putri kedua kami nyaris lahir tanpa melihat televisi di rumah kami. Kedua putri kami hanya melihat film-film kartun di Laptop dan gambar-gambar di buku.
 
Akhirnya kami memutuskan program Home Schooling untuk kedua putri kami
 
Sadar akan pentingnya usia Golden Age, akhirnya dengan berbagai pertimbangan dan rencana yang matang pada usia putri pertama kami memasuki usia 4 tahun, kami memilih program home schooling. Alasan kami tentu agar kami bisa mendidik langsung anak-anak kami secara baik. Selain itu karena basic istrinya saya adalah seorang guru, maka alangkah baiknya jika yang menjadi guru terbaik adalah ibunya sendiri. Bukankah Islam mengajarkan “Madrasah pertama bagi anak-anak adalah ibunya sendiri”. Bagaimana program home schooling kami jalankan silahkan bisa melihat di beranda facebook Sri Ummu Syihana
 
Dengan memulai program home schooling bukan berati kami tidak menyediakan dana untuk sekolah, pada program home schooling kami juga harus menginvestasikan dana untuk alat-alat pendukung belajar seperti seperangkat komputer, buku-buku, alat tulis dan lain sebagainya.
 
Jadi yang menjadi catatan kami memilihi program apapun untuk masa depan pendidikan anak kita tentu harus siap menginvestasikan dana untuk segala kebutuhannya dan semoga Allah memberikan harta yang halal untuk keluarga kita.
 
Darimana kami belajar home schooling? Dari buku-buku sirah Nabawai dan sahabat dan para ulama kami belajar mendidik anak selain itu kami juga banayak belajar dari para pakar home schooling di Indonesia. Kami belajar konsep parenting nabawiyah dari buku-buku dan video dan kami berusaha untuk hadir dalam kajian – kajian Islam.
 
Kami melakukan hal itu semua karena kami merasa banyak sekali kekurangan yang kami miliki. Maka tidak ada alasan bagi kami untuk berhenti belajar.
 
Bagaimana manfaat hidup tanpa televisi ?
 
Tiga tahun kami menjalani hidup tanpa televisi tentu banyak ibroh yang kami dapatkan. Alhamdulillah anak-anak kami tumbuh dengan baik mereka tidak terpengaruh oleh tayangan televisi begitupun dengan kami tidak ikut pusing-pusing memikirkan berita dan gosip yang tidak memiliki manfaat.
 
Putri kami lebih banyak punya kesempatan untuk bermain dan belajar di lingkungan rumah, putri kami lebih punya waktu untuk mengeksplor apapun kesukaannya masing-masing.
 
Program home schooling dan tanpa televisi dirumah menjadi sebuah program yang sejalan, sehingga kami merasa bersyukur tentang capaian-capaian yang telah di dapatkan oleh putri kami.
 
anak-anak kami tumbuh menjadi putri yang “kuper” ya, kuper pada tayangan-tayangan dan nyanyian yang sering dilantutkan anak-anak balita seusianya. kuper pada trand pakian apa yang saat ini lagi ngetren di anak-anak, kuper pada bahasa gaul apa yang mereka ucapkan.
 
Putri kami bukan anak yang sempurna, ya namanya juga anak-anak banyak hal yang tentu belum mereka pahami. Bergaul dilingkungan sekitar kadang dapat kosa kata baru yang “kasar” kemudian mereka ucapkan tugas kami adalah mengingatkan bahwa itu bahasa yang tidak baik.
 
Jadi biarkan anak-anak kita tumbuh seperti biasa tapi di dampingi dengan pola asuh yang luarbiasa, Maka kerjasama antara istri, suami dan mertua sangatlah penting dalam hal ini.
 
Tentu tidak cukup jika saya harus menguraikan satu persatu apa manfaat dan dampak hidup tanpa televisi saya yakin sudah banyak tulisan sejenis yang sama yang bisa kita baca dibuku dan internet.
 
Ayo selamatkan masa depan anak-anak kita !
 
Alhamdulillah menjelang Ramadhan 1437 H putri ketiga kami lahir, jadi kami ditemani hidup dengan tiga bidadri kecil dan tentu saya ditemani dengan empat bidadari, sungguh kebahagian yang luarbiasa.
 
Lahirnya putri ketiga kami semakin membuat amanah ini berat, bagaimana kami bisa menjaga ketiga putri kami dimasa yang sangat menantang ini. Ya sangat menantang, masa dimana perilaku moralitas begitu luarbiasa hancurnya. Generasi bau kencur yang sudah kelewat batas dan generasi bau tanah tidak kalah bejatnya. Tapi kami bersyukur masih ada orang-orang yang berakhlak mulia disekitar kami yang menjadi teladan bagi kami.
 
Ayo selamatkan masa depan anak-anak kita, kita mulai dari diri kita dengan menjadi idola dan teladan terbaik bagi anak-anak kita. Kita terus perbaiki ilmu kita agar sesuai dengan Al-Qur’an dan Ass-sunah.
 
Catatan akhir refleksi
 
kami bukanlah keluarga yang sempurna, kedua putri kami juga kadang berantem antara adik dan kaka, begitupun antara saya dan istri terkadang ada saja konflik-konflik kecil. Inilah berumah tangga yang didalamnya banyak ujian dan cobaan. Justru disinilah bagaimana kita menjadikan ini sebagai ladang pahala.
 
Tentu yang luarbiasa adalah ke-empat bidadari saya nyaris selamanya mereka hidup tanpa televisi. Hari-harinya dijalani dengan aktivitas berkreasi dan bermain. Sementara saya sesekali masih bisa melihat Televisi diruang dosen atau bandara.
 
Sayapun masih bisa menikmati liburan sambil menikmati perjalanan, karena tugas saya sebagai seorang trainer yang hampir setiap pekan bepergian keluar kota dengan pesawat, kereta atau mobil.
 
Istri dan anak-anak saya bukanlah seorang malaikat, mereka tidak sempurna, mereka juga butuh hiburan. Inilah tugas saya bagaimana meluangkan waktu seminggu sekali mengajak mereka keluar rumah walau hanya sekedar untuk menikmati makan diluar atau pergi ke toko buku dan hadir di majelis-majelis ilmu. Tentu ini belum sepenuhnya membahagiakan mereka. Tapi paling tidak inilah hiburan yang bisa diberikan.
 
Selain bermain, Radio menjadi salah satu hiburan bagi keluarga kami, hiburan sekaligus sambil menuntut ilmu. Ya setelah kami memutuskan untuk meniadakan televisi, Radio adalah barang elektronik yang pertama kali beli. Sejak membelinya tahun 2013 radio tersebut tidak pernah kami pindahkan channelnya. Acaranya hanya kajian dan murotal Al-Qur’an, salah satu radio sunah yang sudah banyak memberi manfaat besar bagi keluarga kami.
 
Tidak ada sebuah program yang berhasil dengan baik tanpa sebuah perencanaan. Itupun dengan apa yang kami lakukan, semunya kami lakukan tahap demi tahap. Tidak ada sesuatu yang sulit asal kita mau belajar, maka setiap hari kamipun terus belajar.
 
Akhirnya hanya pada Allah lah kami memohon doa terbaik untuk keluarga kami. Semoga putri-putri kami tumbuh menjadi anak yang solehah. Semoga istri saya tabah dan kuat menjadi guru terbaik bagi putri-putri kami dan semoga Allah memberikan harta yang halal dari aktivitas yang saya lakukan.
 
Semoga catatan ringkas ini memberikan banyak ibroh untuk kita semua. Yuk pantaskan diri untuk terus menjadi orang tua teladan bagi anak-ana kita.
 
Dari bumi Labuhanbatu Utara, Sumatera Utara
04 Agustus 2016
 
www.motivatorpendidikan.com
Silahkan Berkomentar dengan bahasa yang santun dan lugas
Share

Written by